Selamat Datang Di Blog Iyan Al-Balangi.Terima kasih telah berkunjung.

Label

Sunday, December 21, 2014

Ceramah



Mukaddimah
            Bismillahirrahmanirrahim. Blog ini punya satu bagian yang sangat jarang diisi yaitu siraman rohani. Kebanyakan tulisan saya lebih berorientasi pada pengalaman travelling atau karya berupa puisi, cerita pendek, atau sekadar makalah. Akhir akhir ini saya merasa ingin membagikan apa yang telah saya dengar dengan harapan bisa berkontribusi dalam proses penyebaran kebaikan. Tulisan dalam Subtema “Ceramah” akan menguraikan apa yang saya dapat dari buku kecil yang selalu saya bawa ke majelis pengajian. Dalam tulisan dengan subtema ini, ada dua jenis tulisan, yaitu tulisan dicetak miring dan tidak dicetak miring. Adapun tulisan yang dicetak miring merupakan kutipan langsung dari guru atau penceramah. Kemudian, tulisan tanpa cetak miring merupakan ulasan dari penulis pribadi sehingga sangat mungkin jika terdapat kesalahan dalam penyampaiannya. Jika pembaca menemukan kesalahan tersebut, saya akan merasa sangat senang jika Anda berkenan memperbaikinya dalam kolom komentar. Tulisan dengan subtema ini akan diusahakan agar bisa selalu update tiap minggunya dengan harapan semoga berkah. Amin

04 12 2010
Guru Zuhdi, Mesjid Jami, Banjarmasin
Tentang Pekerjaan
            Haram atas seseorang tidak mengerjakan pekerjaan dunia padahal dia memiliki kebutuhan, baik itu untuk dirinya pribadi atau pun bagi tanggungannya (keluarga). Hal ini dikecualikan kepada suami istri yang tinggi ma’rifatnya kepada Allah SWT. Adapun tujuan kita bekerja adalah supaya kita tidak minta kepada manusia, supaya tidak besar harapan kita kepada makhluk lainnya.
            Jenis pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang kita senangi (hobi) serta mampu mengerjakannya. Selain itu, pekerjaan yang baik juga pekerjaan yang tidak membuat kita lalai kepada beribadah kepada Allah SWT.
            Berdasarkan penjelasan di atas maka jelaslah bagi kita bahwa bekerja merupakan kewajiban bagi manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tiap kita senantiasa memerlukan kebutuhan dunia berupa pangan, sandang, dan papan serta kebutuhan sekunder lainnya.  Kita tidak bisa hanya berharap rezeki akan turun dari langit bak hujan. Memang segalanya sudah ditentukan tapi tetap harus ada usaha untuk menemukan apa yang sudah ditentukan itu. Dia tidak datang kepada kita dengan sendirinya karena rezeki tidak punya mata dan kaki. Kitalah yang harus datang menjemput.
            Tujuan dalam berusaha pun adalah agar mengurangi ketergantungan kita terhadap orang lain. Hal ini menandakan bahwa Islam menghargai status kita sebagai manusia yang mulia. Sudah umum dipahami bahwa orang yang banyak berharap dan meminta pada makhluk lainnya, maka kedudukannya berada dibawah makhluk tersebut. Sudah kita pahami bersama pula bahwa tangan yang diatas itu selalu lebih baik daripada tangan yang dibawah. Oleh sebab itulah, kita harus membiasakan agar harapan terbesar itu hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk. Jika demikian, maka kita diberi atau pun tidak, tidak akan memuat kita menjadi sakit hati karena sadar bahwa harapan utama kepada Allah bukan makhluknya.

Saturday, August 30, 2014

Pengalaman di Bandara Syamsudin Noor



Bismillahirahmanirrahim

Anda Lengah, 120 Ribu Melayang
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menjelekkan suatu pihak ataupun instansi. Tulisan ini hanya bertujuan untuk memberikan saran kepada pihak yang berkepentingan ataupun orang lain yang tidak ingin merasa ceroboh seperti saya.
            Waktu itu tanggal 24 Agustus 2014. Saya akan berangkat dari Banjarmasin menuju Malang. Pesawat akan berangkat pada pukul 17.00 WITA dan Check in keberangkatan dibuka pukul 15.00. Ini bukan kali pertama ke Bandara Syamsudin Noor  Banjarmasin dan bukan pula pengalaman pertama naik pesawat. Tapi ini pengalaman pertama saya harus membayar Rp 120.000- hanya untuk membungkus koper dengan plastik dan mengikat tas saya dengan seikat tali.  Berikut itu foto bungkusan plastik dan tali pengikat “cantik” seharga 60.000,-/ item itu.



            Detail kejadian seperti ini, waktu itu saya masuk ke ruangan check in di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Ketika sedang berjalan ada dua orang berseragam tiba-tiba bilang “Tasnya Mas,” dan sebelum sempat menyahut, mereka sudah mengambil koper yang saya bawa. Alhasil saya jadi bingung dan berpikir mungkin itu standar operasional baru di Bandara untuk pengecekan barang bawaan karena terakhir kali saya ke Bandara Syamsudin Noor sekitar setahun yang lalu dan sebelumnya memang tidak  pernah mengalami hal tersebut.
            Keterkagetan terjadi ketika saya menghampiri petugas yang dalam waktu singkat sudah  membungkus koper saya dengan plastik. Ketika saya ambil, dia bilang, “Bayar Mas 60 ribu.”
“Lho, bayar?”Tanya saya.
“Iya, Mas. Kalau mau ambil kopernya, bayar 60 ribu.” Lanjutnya
“Saya kan gak pesan, Mas. Ini dibuka saya plastiknya.”  Bilang saya.
“Gak bisa, Mas. Bayar dulu 60 ribu”
            Karena tidak mau ribut dengan mas-mas itu, akhirnya saya bayar juga. Sebelum bayar itu pun sudah saya tanyakan apakah kalau saya bayar 60 ribu tas satunya juga bisa diambil tanpa harus bayar lagi. Dan petugas itu bilang YA. Tapi kenyataan tak berkata begitu. Tas satunya berada di sebelah kanan dari pintu masuk ruang check in Bandara. Waktu dihampiri, tas itu sudah terikat dengan seutas tali (cuma seutas tali). Tanpa berkata-kata langsung saya ambil. Dan petugasnya bilang.
 “Bayar dulu, Mas, 60 ribu.”
“Sudah bayar Pak di sana 60 ribu.” Sambil menunjuk petugas sebelumnya.
“Bukan, Mas. Untuk tas ini bayar lagi 60 ribu.”
“Lho, Pak. Tadi saya sudah bayar dan tanya pada petugas sebelah sana bahwa kalau saya bayar 60 ribu, saya nda bayar lagi di sini.”
“Bukan, Mas. Di sini beda lagi.”
            Untuk kali ini perdebatan lebih panjang. Saya sampai tanya apakah ini standar operasional bandara terbaru, apakah harus begini, dan lain-lain. Dan jawaban mas itu bertele-tele yang sepertinya “Memang seharusnya begitu.” Dan tepat ketika saya berurusan ada satu orang lagi dari Palangkaraya yang senasib. Dia komplain dan bersikeras tidak mau membayar. Ceritanya sama, tiba-tiba saja tasnya diambil sebelum sempat tanya dulu hal tersebut untuk apa.  Saya sudah berusaha mau mengambil tas tapi petugas itu menahan tas saya yang diletakkan disampingnya. Sekali lagi saya pilih mengalah dan 60 ribu pun melayang.
            Selesai bayar dan ketika mau berjalan ke meja check in kebetulan seorang satpam lewat.    Saya pun bertanya dan dijawab bahwa ternyata itu BUKAN KEHARUSAN. Tak berselang lama, pemuda dari Palangkaraya itu menghampiri satpam tersebut dan menceritakan kejadiannya. Satpam itu pun bilang akan membantu mengambil tas jika memang dia tidak berkenan. Hasilnya, uangnya selamat. Sementara saya sendiri, karena sudah dibayar tidak bisa diambil lagi.
            Well, akhirnya ini menjadi pelajaran bagi saya sendiri untuk berhati-hati. Namun di sisi lain, tetap saya ingin memberikan saran terhadap para penjual jasa seperti itu. Jangan langsung main ambil. Berikan sedikit informasi. Tawarkan secara baik-baik. Bukankah dalam jual beli harus ada perasaan “rela” dari pembeli dan penjual. Apalagi sifatnya jasa. Harus ada persetujuan dari yang akan menggunakan jasa tersebut. Bayangkan jika Anda sedang berada di depan sebuah tempat cukur rambut, tanpa Anda tanyakan, tiba-tiba dari belakang muncul seorang tukang cukur dan bilang “Rambut Mas tak potong.” Dan cklek, beberapa helai rambut Anda terpotong lantas tukang cukur itu langsung minta bayar. Gimana coba? Harusnya ada standar umum, tanyakan dulu persetujuan si pembeli. Siapa tahu orang tersebut berada di depan tempat cukur rambut cuma buat menunggu temannya bukan untuk potong rambut. Sama seperti barang-barang dalam tas orang lain. Belum tentu semuanya barang-barang berharga atau berbau menyengat yang harus mendapat pengamanan ekstra dengan plastik dan seutas tali itu. Seperti kasus saya, koper yang saya bawa ringan karena cuma berisi dua potong pakaian. Tas saya pun cuma berisi netbook, topi, sebuah buku, dan makanan yang tidak perlu untuk diikat tali seharga 60 ribu karena memang selalu saya bawa sendiri. Tujuan pun juga cuma Surabaya dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Kebayang kalau yang mengalami kejadian seperti ini orang yang baru pertama ke Bandara dengan barang bawaan banyak (per item 60 ribu), atau orang tua, atau yang waktu check in pesawatnya sudah keburu. Mana sempat mau berdebat dengan para penjual jasa “pengamanan” barang bawaan tersebut. 
            Selanjutnya, kepada pihak Angkasa Pura selaku pengelola Bandara, saya juga ingin memberikan saran. Bukankah pihak Anda berkepentingan menjaga kenyamanan pengguna. Perhatikanlah hal kecil seperti ini. Setidaknya, berikan informasi bagi para penjual jasa di Bandara untuk tidak melakukan “pemaksaan” seperti itu. Anjurkan untuk memberikan informasi kepada para konsumen sebelum memakai jasa. Jika dilakukan dengan baik, saya yakin tidak ada konsumen yang merasa “ceroboh” seperti saya. Saya menyadari bahwa mungkin itu strategi jualan mereka. Tapi sekali lagi, bukankah kenyamanan pengguna Bandara adalah tanggung jawab pihak Anda.
            Terus, kepada para pengguna Bandara Syamsudin Nor juga saya harap Anda memperhatikan barang bawaan Anda. Jangan asal serahkan sebelum Anda pastikan untuk apa dan mengapa. Jika sudah terlanjur, silakan tanyakan dengan pihak keamanan yang biasanya lalu lalang. Merupakan hak Anda untuk membayar atau tidak terhadap jasa yang ditawarkan.
            Terakhir, dalam berjualan, menurut saya, salah satu prinsip penting adalah perasaan suka-rela  antara penjual dan pembeli. Si pembeli setuju membeli dengan harga yang dia sepakati. Sama seperti penjual, dia dengan senang hati melepas barang dagangannya dengan harga yang tidak merugikan dia. Pihak yang melanggar prinsip ini sulit untuk mendapat respon dan kesan positif dari pembeli. Selain itu, kejujuran juga mesti menjadi landasan agar konsumen merasa puas. InsyaAllah, usaha baik dan jujur akan lebih berkah.

Sunday, January 5, 2014

Liburan di Pacitan


Pacitan: Pengalaman Pertama Ikut Open Trip

Pacitan, sebulan sebelum liburan saya memang pernah browsing di google tentang beberapa objek wisata di tempat ini. Bagus sih cuma gak ada niatan buat benar-benar pengin ke sana. Pasalnya, akhir tahun ini sudah difokuskan mau ke Bali. Menghabiskan 4 hari di akhir tahun buat menelusuri pulau Dewata yang terkenal indah itu. Tapi kita punya rencana, Tuhan  juga yang punya kuasa. Seminggu sebelum hari H, teman satu-satunya yang mau ikut batal karena suatu alasan yang mau tidak mau memang harus ditoleransi. So, liburannya gagal? Gak juga. Sebagai alternatif kali ini saya pengin coba ikut open trip. Kenalan sama orang-orang baru yang punya satu visi dan misi, hobby jalan-jalan. Hee.
Well…coba-coba lihat postingan di group Komunitas Backpacker Malang Raya (klik linknya di sini), nemu satu ajakan buat nge-trip ke Pacitan. Destinasnya 4 pantai dan 1 Goa dalam 2 hari. Wuih…keren kayanya. Karena tertarik saya pun coba buat contact yang posting (namanya Mbak Iis) lewat pesan Fb. Balas-berbalas akhirnya tertarik dan saya iyakan juga. Secepat itu, padahal kan gak kenal dan gak pernah kenalan? How can I trust her? Ini open trip pertama jadi wajar kalau memang kita bisa ragu buat jalan sama orang yang natap muka bahkan chatting pun sebelumnya gak pernah. Saya coba dulu lihat-lihat halaman facebooknya mbak ini. Lihat biodata dan foto-fotonya. Kelihatan kalau mbak Iis ini bolangwati banget, banyak foto travelling ke berbagai destinasi and I think I can trust her.

Friday, November 1, 2013

Antologi Puisi



 Antologi Puisi

         Sudah lama tidak membuat puisi, entah memang tidak ada inspirasi atau memang sedang kehilangan kreatifitas otak kanan buat hal-hal seperti ini - tentang ekspresi, seni, dan sekedar mengungkap rasa dalam keindahan kata. Puisi-puisi berikut secara tak sengaja ditemukan kembali ketika mencari referensi data-data untuk artikel yang akan saya tulis. Antologi puisi ini dibuat dulu untuk dikirim pada sebuah surat kabar lokal di Banjarmasin pada 2010 silam. Sayang, mungkin tidak layak dimuat sehingga cukup dipublikasikan di blog ini saja.
Tak ada tema, tak ada rima, yang ada adalah tentang ungkapan rasa.

Definisi Cinta

Cinta….
Biar kuterjemahkan dirimu dengan nikmat dan teguran
Biar kuartikan dirimu dengan belaian kasih
Biar kunyatakan dirimu dengan tatapan mata
Biar kujelaskan dirimu dengan uluran tangan
Biar kuuraikan dirimu dengan harapan
Biar kuungkapkan dirimu dalam hembus kerinduan
Dan semua tanpa perlu kata


Gadis Kecil Di Perempatan

Tangan itu terlalu mungil untuk meminta
Terlalu lemah untuk menengadah
Di perempatan di kala lampu merah

Komenceng itukah temanmu?
Teman yang menyatakan payahmu
Menahan panas dan asap jalanan
Di bawah terik matahari mencengkeram

Ah…gadis kecil diperempatan
Apa yang kau lakukan
Belajar bekerja atau memohon belas kasihan?

Kakimu berdebu juga wajahmu
Menutup manis dan keceriaan yang harusnya bersamamu
Aduhai siapa yang salah dan membuatmu seperti ini?
“Om…Jangan berpikir, beri saja seribu.”
Gadis itu berucap dan melenyapkan tanyaku…
Tahukah ia isi pikiranku?


Cinta itu Racun

Kala cinta menyentuh
Jiwaku rapuh
Melepuh kemudian luluh
Terbunuh ditikam harapan akan dirimu

Aku tak mampu menolak kehadiranmu
Dalam jagad impian siang dan malamku
Sinarmu begitu kuat
Menembus dinding tebal dihatiku
Dan kau merasuk hingga membuatkan gila karnamu

Cinta, kau racun bagi raga dan jiwaku


Pesan sang Embun

Tetes embun menyentuh dedaunan
Begitu bening membiaskan cahaya akan tiap keinginan
Dari tiap insan yang terbangun dan siap menyongsong kehidupan
Menyeruakkan semangat menentang zaman
Menentukan nasib mencapai tujuan

Wahai jiwa yang terlelap
Bangun dan teriakkan serentak
“SEMANGAT”
Jangan kau coba berontak dalam selimut bergeliat bagai ulat
Kejar harimu sebelum ia berlari melaju bersama waktu

Sadarkah kau dalam tiap hentakan waktu
Tiap mimpimu menguap diterik matahari
Semakin menjauh di kala senja
Hingga mustahil di kala malam
Apa yang bisa kau kata?
“Semua tinggal mimpi tanpa harapan nyata”

Ini hanya sekadar pesan lewat kata
Untuk setiap jiwa yang merasa punya makna
Tiada hari tanpa konsekuensi nyata
Atas apa yang kau lakukan di kala pagi menyapa

Saturday, October 12, 2013

Lagi Ngawur #4



Dilema

Mbak Lexi (Kiri), Mas Re (Tengah), dan Neng Ecy (Kanan)

            Suatu sore, Mas Researcher (Mas Re) lagi asyik menonton film di sela-sela mengerjakan tesis proposalnya. Mbak Lexical approach (Lexi) dan Neng Reading fluency (Ecy) duduk di sofa tak jauh dari tempat duduknya.

Mbak Lexi                :    Mas, kamu tu serius gak sih sama kita?

Mas Re                     :    Maksudmu?

Neng Ecy             :    Iya, maksud mbak Lexi kita ini udah berbulan-bulan lo bersama, tapi gak ada    tanda-tanda mau ke arah yang lebih serius. Seminar misalnya.

Wednesday, October 9, 2013

Jalan-Jalan



One-Day Trip to WBL

            Sebenarnya kegiatan liburan ini sudah 2 minggu yang lalu, tepatnya tanggal 23 September 2013. Tapi kayaknya kurang lengkap kalau cerita liburan gak dibagi di blog ini. Saya ingin tiap perjalanan terdokumentasi bukan hanya dalam foto atau kenangan, tapi juga tulisan. Biar ada sesuatu buat diingat dan diceritakan, khususnya kepada pengunjung blog ini. :-)
            Kali ini saya mau bagikan ceritan liburan sama teman-teman di Wisata Bahari Lamongan (WBL). Seperti biasa, yang namanya nyusun rencana buat perjalanan sama-sama itu pasti ada halangan dan rintangan yang menghadang. Mulai dari rapat beberapa kali yang ngalur-ngidul entah kemana, rencana pindah destinasi, sampai pembatalan untuk waktu yang tidak ditentukan. Tapi Alhamdulillah, itu semua happy ending alias kita jadi berangkat. Kita semua sepakat buat nyewa mobil+driver dengan biaya Rp 750 ribu yang sudah termasuk ongkos bensin. Anggota yang terkumpul ada 9 orang. Komposisinya 2 cowok dan 7 cewek (dimana-mana cewek memang mendominasi dunia sekarang, guys).

 Para Personil Tim Penjelajah

Sunday, October 6, 2013

Aplikasi Teori Assessment Dalam Kehidupan



Aplikasi Teori Assessment
dalam Menilai Jodoh

            Hai viewers….lama juga blog ini dah gak update. Sebenarnya ada beberapa materi yang telah saya tulis namun tak kunjung dipost karena belum rampung 100%. So, kali ini sekadar tulisan ringan buat ngisi sela-sela waktu dan semoga bermanfaat buat kalian semua.
            Well…tulisan ini terinspirasi dari ujian komprehensif kemarin. Di sana ada membahas empat pertanyaan namun peserta hanya disuruh menjawab tiga saja dalam bentuk essay. Salah satu pertanyaan tersebut menyangkut masalah Ujian Nasional. Kita diminta pendapat buat nulis setuju atau gak setuju, terus gimana UN itu seharusnya. Saya sendiri memilih setuju untuk terus diadakan tapi dengan ketentuan UN harus menjadi a Norm-Referenced Tests (NRT) dan bukan Creterion-Referenced Test (CRT).